Rabu, 16 Desember 2009 | 17:40 WIB
TEMPO Interaktif, Semarang - Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia Semarang Elang Sumambar mengatakan, saat ini penggunaan obat herbal dalam pengobatan moderen masih terkendala minimnya pemahaman akan obat herbal oleh para dokter. Akibatnya, belum banyak dokter yang menggunakan obat herbal untuk penyembuhan pasien. Hal ini disebabkan, saat menempuh pendidikan obat herbal belum masuk dalam kurikulum Fakultas Kedokteran.
"Jadi bukan karena obat herbal tidak bagus, namun karena pemahaman dokter yang masih minim," kata Elang, Rabu (16/12) disela-sela seminar penggunaan obat herbal di Semarang.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang obat herbal harus masuk dalam kurikulum Kedokteran dan disiplin ilmu lain yang terkait obat-obatan. "Dengan demikian, khasiat obat herbal bisa dibuktikan secara ilmiah, bukan karena tradisi semata," ujarnya. "Kalau dokter sudah tahu tentang obat herbal, pasti mau menggunakan".
Direktur Utama Pabrik Jamu Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan, untuk mendorong dunia kedokteran menggunakan obat herbal, pelaku industri jamu dituntut mampu menjelaskan khasiat jamu secara ilmiah. "Penjelasan ilmiah ini untuk menjawab tuntutan dari kesehatan modern, baik di dalam maupun luar negeri," kata Irwan.
Saat ini, lanjutnya, beberapa perguruan tinggi telah memasukkan kajian obat herbal di fakultas kedokteran serta melakukan penelitian obat herbal. Jika penggunaan obat herbal meningkat, hal ini bisa mengurangi ketergantungan obat dari luar negeri, karena Indonesia kaya bahan baku obat herbal.
Tak hanya itu, meningkatnya penggunaan obat herbal juga berdampak positif pada penghasilan petani penanam tanaman obat. Dia mengilustrasikan, saat ini saja Sido Muncul tiap bulannya membutuhkan sekitar 200 ton tanaman obat. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku jamu di ratusan industri jamu, tiap bulannya dibutuhkan ribuan ton tanaman obat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar